Hari / Tanggal : Rabu, 01 Agustus 2007 Pukul 10.00 – 13.00 WIB
Tempat : Sport Club Citra Raya, Cikupa - Tangerang
Nama Kegiatan : Dialog Publik
Tema : Reformasi Birokrasi
Moderator : Drs. H. Ade Awaludin, M.Si (Direktur TANGERANG INSTITUTE)
Narasumber : DR. Inu Kencana Syafei (Dosen IPDN), Drs. Gondang Riady, SH (Kajati Tangerang),
H. Sukmayada Shibly, S.Sos (Ketua Karang Taruna Prov. Banten).
Penyelenggara : Karang Taruna Kab. Tangerang bekerjasama dengan LANSKAP
Peserta : 284 Orang, terdiri dari unsur: LSM, OKP, Birokrasi, Dll.
Ini mungkin terdengar unik, sebuah lembaga plat merah bicara tentang ‘reformasi birokrasi’. Gelombang reformasi ternyata telah menyerbu hampir seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat. Banyak institusi merasa seakan kurang afdol jika tidak menerapkan konsep-konsep yang bernuansa reformis. Tidak terkecuali Karang Taruna Kabupaten Tangerang, lembaga yang dikenal ‘plat merah’ ini juga merasa perlu mereformasi diri agar keberadaannya dapat lebih diterima semua kalangan –setidaknya menanggalkan kesan sebagai underbow birokrasi.
Langkah-langkah reformis Karang Taruna ini dibuktikan dengan menggelar sebuah Dialog Publik yang mengangkat tema “Reformasi Birokrasi”. Tidak tanggung-tanggung, narasumber yang dihadirkan pun seorang tokoh fenomenal, DR. Inu Kencana Syafei.
Sejak awal direncanakan, acara ini sesungguhnya telah menuai pro-kontra ditingkat internal. Beberapa pengurus menilai dialog ini terlalu tajam dan dikhawatirkan dapat merusak hubungan Karang Taruna dengan Pemda. Sementara pengurus lain merasa ini sebagai sebuah terobosan yang baik untuk membuktikan kepada publik bahwa Karang Taruna tidak melulu bersembunyi dibawah ketiak pemerintah.
Direktur Eksekutif LANSKAP, Gatot Yan. S yang juga menjabat Wakil Ketua Karang Taruna Kab. Tangerang bersikeras bahwa dialog ini penting dilakukan karena dapat membawa pencerahan bagi peningkatan kualitas kinerja birokrasi agar selaras dengan tuntutan reformasi. Disamping itu, acara ini juga dapat dijadikan pembuktian bahwa Karang Taruna saat ini adalah Karang Taruna yang lebih aspiratif dan lebih dari sekedar kepanjangan tangan pemerintah sehingga tidak perlu merasa alergi jika harus melontarkan kritisi kepada pemerintah.
Setelah melalui beberapa tahap pembahasan akhirnya Ketua Karang Taruna, H. Dedi Kurniadi dan Sekretaris, Madronie menyetujui sekaligus menjadi penanggungjawab acara ini. Mengambil tempat di aula Sport Club Perumahan Citra Raya Cikupa, acara ini digelar pada tanggal 1 Agustus 2007. Untuk pelaksanaannya dipercayakan kepada Program Officer LANSKAP, Hamdan Bhaskara yang ditunjuk menjadi Ketua Organizing Committe.
Disamping menghadirkan Inu Kencana, Dialog yang dimoderatori oleh Direktur Tangerang Institute, Drs. H. Ade Awaludin, ini juga melibatkan Kepala Kejaksaan Tinggi Tangerang, Gondang Riady, SH serta Ketua Karang Taruna Propinsi Banten, H. Sukmayada Shibly. Beberapa tokoh LSM tampak hadir diacara ini, termasuk Ketua DPD Partai Demokrat Kab. Tangerang, H.A. Subadri nampak ditengah-tengah para peserta. Yang menarik lagi, diantara para hadirin nampak juga beberapa orang berseragam pemda. Ternyata mereka adalah alumni IPDN yang mengagumi Inu dan saat ini bekerja dilingkungan Pemkab Tangerang.
Acara Dialog yang dimulai pukul 10.00 pagi ini diawali sambutan dari Ketua Karang Taruna Kab. Tangerang, H. Dedi Kurniadi yang menilai masih lemahnya kinerja Pemkab Tangerang dalam hal Pelayanan Publik. Menurut Dedi, hal ini salahsatunya disebabkan oleh masih banyaknya kantor-kantor Dinas Teknis Kabupaten Tangerang yang berada diwilayah Kota Tangerang sehingga masyarakat Kabupaten kesulitan dalam mengakses pelayanan. Kedepan Dedi menyarankan, agar Pemkab lebih serius dalam memberikan pelayanan, maka keberadaan sekitar 16 Kantor Dinas Kabupaten yang terletak diwilayah Kota Tangerang agar segera pindah ke Puspem Tigaraksa sehingga masyarakat mudah mengaksesnya manakala butuh pelayanan.
Inu Kencana yang diberi kesempatan pertama menyampaikan testimoninya mengatakan bahwa kualitas birokrat kita masih jauh dibawah Malaysia, baik dalam aspek ekonomi, politik, administrasi maupun hukum. Rendanya kualitas birokrasi menurut Doktor Ilmu Pemerintahan jebolan Universitas Padjajaran ini diakibatkan oleh 8 Patologi (Penyakit) Birokrasi yaitu:
1. Masih melekatnya budaya feodalistik.
2. Loyalitas pada atasan, bukan pada tugas.
3. Kebiasaan menunggu, bukan memberi pelayanan.
4. Lebih berorientasi pada Prestise, bukan pada prestasi.
5. Rendahnya keinginan melayani.
6. Belum ditopang oleh teknologi secara menyeluruh.
7. Terjebak pada budaya ekonomi biaya tinggi. Dan
8. Jumlah PNS cukup banyak namun mutunya sangat sedikit.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang, Gondang Riady mengatakan bahwa menginjak usia 57 Tahun, Kejaksaan juga berupaya mereformasi diri dengan mencanangkan motto “Pembaharuan Kejaksaan”. Implementasi dari program ini menurut Gondang adalah dengan diperbaharuinya pola rekruitmen dan manajerial. Saat seorang peserta menanyakan komitmen Kajari terhadap kasus-kasus korupsi, Gondang mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah tebang pilih dalam menangani kasus apapun termasuk kasus-kasus korupsi. Namun ketika didesak tentang penyelesaian beberapa kasus korupsi oknum pejabat Tangerang yang tengah ditangani nya, Gondang tidak bersedia menjelaskan namun mempersilahkan masyarakat untuk datang ke Kajari jika ingin keterangan lebih lengkap.
Ketua Karang Taruna Provinsi Banten, H. Sukmayada Shibly yang menjadi panelis terakhir menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Karang Taruna Kab. Tangerang yang telah berinisiatif menggelar Diskusi ini. Sukmayada yang juga anggota DPRD Kota Cilegon ini mengatakan bahwa rendahnya kualitas birokrasi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Penataan kelembagaan yang tidak memiliki visi yang jelas, Pola rekruitmen yang tidak mengedepankan aspek kualitas SDM, serta pengembangan sistem kerja yang belum tersinergi antara satu SKPD dengan SKPD lainnya. Menurut ‘Sukma’ –demikian sapaan akrab nya, regulasi yang mengatur tata kelola pemerintahan harus sering ditinjau agar selalu selaras dengan dinamika tuntutan pelayanan dari masyarakat. Dia mencontohkan seperti Undang-undang Parpol yang selalu direvisi setiap 5 Tahun sekali.
Dialog sempat diwarnai ketegangan saat seorang berseragam Pemda datang memasuki ruangan sambil dikawal oleh beberapa orang petugas Satpol PP. Dalam session tanya-jawab, oknum pegawai Pemkab Tangerang yang ternyata alumni STPDN ini menuding Inu hanya mencari popularitas dengan cara membongkar kebobrokan IPDN, suasana kian memanas ketika seorang oknum LSM juga ikut memojokkan Inu. Peserta yang rata-rata antusias dengan Inu Kencana menjadi berang dan nyaris mengeroyok kedua orang itu. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, panitia akhirnya memaksa kedua orang tersebut meninggalkan ruang Dialog.
Langkah-langkah reformis Karang Taruna ini dibuktikan dengan menggelar sebuah Dialog Publik yang mengangkat tema “Reformasi Birokrasi”. Tidak tanggung-tanggung, narasumber yang dihadirkan pun seorang tokoh fenomenal, DR. Inu Kencana Syafei.
Sejak awal direncanakan, acara ini sesungguhnya telah menuai pro-kontra ditingkat internal. Beberapa pengurus menilai dialog ini terlalu tajam dan dikhawatirkan dapat merusak hubungan Karang Taruna dengan Pemda. Sementara pengurus lain merasa ini sebagai sebuah terobosan yang baik untuk membuktikan kepada publik bahwa Karang Taruna tidak melulu bersembunyi dibawah ketiak pemerintah.
Direktur Eksekutif LANSKAP, Gatot Yan. S yang juga menjabat Wakil Ketua Karang Taruna Kab. Tangerang bersikeras bahwa dialog ini penting dilakukan karena dapat membawa pencerahan bagi peningkatan kualitas kinerja birokrasi agar selaras dengan tuntutan reformasi. Disamping itu, acara ini juga dapat dijadikan pembuktian bahwa Karang Taruna saat ini adalah Karang Taruna yang lebih aspiratif dan lebih dari sekedar kepanjangan tangan pemerintah sehingga tidak perlu merasa alergi jika harus melontarkan kritisi kepada pemerintah.
Setelah melalui beberapa tahap pembahasan akhirnya Ketua Karang Taruna, H. Dedi Kurniadi dan Sekretaris, Madronie menyetujui sekaligus menjadi penanggungjawab acara ini. Mengambil tempat di aula Sport Club Perumahan Citra Raya Cikupa, acara ini digelar pada tanggal 1 Agustus 2007. Untuk pelaksanaannya dipercayakan kepada Program Officer LANSKAP, Hamdan Bhaskara yang ditunjuk menjadi Ketua Organizing Committe.
Disamping menghadirkan Inu Kencana, Dialog yang dimoderatori oleh Direktur Tangerang Institute, Drs. H. Ade Awaludin, ini juga melibatkan Kepala Kejaksaan Tinggi Tangerang, Gondang Riady, SH serta Ketua Karang Taruna Propinsi Banten, H. Sukmayada Shibly. Beberapa tokoh LSM tampak hadir diacara ini, termasuk Ketua DPD Partai Demokrat Kab. Tangerang, H.A. Subadri nampak ditengah-tengah para peserta. Yang menarik lagi, diantara para hadirin nampak juga beberapa orang berseragam pemda. Ternyata mereka adalah alumni IPDN yang mengagumi Inu dan saat ini bekerja dilingkungan Pemkab Tangerang.
Acara Dialog yang dimulai pukul 10.00 pagi ini diawali sambutan dari Ketua Karang Taruna Kab. Tangerang, H. Dedi Kurniadi yang menilai masih lemahnya kinerja Pemkab Tangerang dalam hal Pelayanan Publik. Menurut Dedi, hal ini salahsatunya disebabkan oleh masih banyaknya kantor-kantor Dinas Teknis Kabupaten Tangerang yang berada diwilayah Kota Tangerang sehingga masyarakat Kabupaten kesulitan dalam mengakses pelayanan. Kedepan Dedi menyarankan, agar Pemkab lebih serius dalam memberikan pelayanan, maka keberadaan sekitar 16 Kantor Dinas Kabupaten yang terletak diwilayah Kota Tangerang agar segera pindah ke Puspem Tigaraksa sehingga masyarakat mudah mengaksesnya manakala butuh pelayanan.
Inu Kencana yang diberi kesempatan pertama menyampaikan testimoninya mengatakan bahwa kualitas birokrat kita masih jauh dibawah Malaysia, baik dalam aspek ekonomi, politik, administrasi maupun hukum. Rendanya kualitas birokrasi menurut Doktor Ilmu Pemerintahan jebolan Universitas Padjajaran ini diakibatkan oleh 8 Patologi (Penyakit) Birokrasi yaitu:
1. Masih melekatnya budaya feodalistik.
2. Loyalitas pada atasan, bukan pada tugas.
3. Kebiasaan menunggu, bukan memberi pelayanan.
4. Lebih berorientasi pada Prestise, bukan pada prestasi.
5. Rendahnya keinginan melayani.
6. Belum ditopang oleh teknologi secara menyeluruh.
7. Terjebak pada budaya ekonomi biaya tinggi. Dan
8. Jumlah PNS cukup banyak namun mutunya sangat sedikit.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang, Gondang Riady mengatakan bahwa menginjak usia 57 Tahun, Kejaksaan juga berupaya mereformasi diri dengan mencanangkan motto “Pembaharuan Kejaksaan”. Implementasi dari program ini menurut Gondang adalah dengan diperbaharuinya pola rekruitmen dan manajerial. Saat seorang peserta menanyakan komitmen Kajari terhadap kasus-kasus korupsi, Gondang mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah tebang pilih dalam menangani kasus apapun termasuk kasus-kasus korupsi. Namun ketika didesak tentang penyelesaian beberapa kasus korupsi oknum pejabat Tangerang yang tengah ditangani nya, Gondang tidak bersedia menjelaskan namun mempersilahkan masyarakat untuk datang ke Kajari jika ingin keterangan lebih lengkap.
Ketua Karang Taruna Provinsi Banten, H. Sukmayada Shibly yang menjadi panelis terakhir menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Karang Taruna Kab. Tangerang yang telah berinisiatif menggelar Diskusi ini. Sukmayada yang juga anggota DPRD Kota Cilegon ini mengatakan bahwa rendahnya kualitas birokrasi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Penataan kelembagaan yang tidak memiliki visi yang jelas, Pola rekruitmen yang tidak mengedepankan aspek kualitas SDM, serta pengembangan sistem kerja yang belum tersinergi antara satu SKPD dengan SKPD lainnya. Menurut ‘Sukma’ –demikian sapaan akrab nya, regulasi yang mengatur tata kelola pemerintahan harus sering ditinjau agar selalu selaras dengan dinamika tuntutan pelayanan dari masyarakat. Dia mencontohkan seperti Undang-undang Parpol yang selalu direvisi setiap 5 Tahun sekali.
Dialog sempat diwarnai ketegangan saat seorang berseragam Pemda datang memasuki ruangan sambil dikawal oleh beberapa orang petugas Satpol PP. Dalam session tanya-jawab, oknum pegawai Pemkab Tangerang yang ternyata alumni STPDN ini menuding Inu hanya mencari popularitas dengan cara membongkar kebobrokan IPDN, suasana kian memanas ketika seorang oknum LSM juga ikut memojokkan Inu. Peserta yang rata-rata antusias dengan Inu Kencana menjadi berang dan nyaris mengeroyok kedua orang itu. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, panitia akhirnya memaksa kedua orang tersebut meninggalkan ruang Dialog.